Pajak Mobil di Indonesia Kebanyakan, Beda dengan Malaysia

Jakarta – Setiap mobil baru yang dijual ke konsumen di Indonesia telah dikenai berbagai jenis pajak. Begitu juga pada saat kepemilikan mobil, pengguna juga masih harus membayar pajak.
Pengenaan beberapa jenis pajak tentu berimbas pada harga on the road dari sebuah mobil menjadi lebih tinggi ketimbang banderol off the road. Kukuh Kumara, Sekretaris Umum Gaikindo mencontohkan ketika mobil baru keluar dari pabrik katakanlah harganya Rp100 juta, tapi begitu ditawarkan ke konsumen harganya melonjak menjadi Rp150 juta.
“Nah, Rp50 juta itu pajak. Ini mungkin yang menjadi salah satu kendala di kita,” ujar Kukuh dalam acara diskusi terbatas bertajuk “Menakar Efektivitas Insentif Otomotif” di gedung Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, Senin (19/5/2025).
Dalam hal ini, Kukuh mengaku pernah dikomplain oleh Amerika dalam sebuah forum internasional karena pajak mobil di Indonesia sangat tinggi.
“Indonesia termasuk salah satu negara di dunia yang pajak mobilnya paling tinggi setelah Singapura,” ucap dia.
Sementara itu, ketika sudah membeli mobil, si pemilik juga wajib membayar pajak setiap tahun dan lima tahun dengan nominal yang bisa dikatakan cukup tinggi.
Untuk diketahui, ada berbagai jenis pajak yang mesti dibayarkan oleh konsumen ketika membeli atau memiliki mobil. Daftarnya ada pajak tahunan, pajak lima tahunan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ).
Pajak Mobil di Malaysia Lebih Murah
Lebih lanjut, bila mengacu pada hal tersebut di atas sangat berbeda sekali dengan kebijakan pajak mobil yang diberlakukan di Malaysia. Di negara tetangga Indonesia itu nominal pajak yang dikenakan oleh pemilik kendaraan lebih terjangkau, serta jenis pajak yang dikenakan relatif sedikit.
Kukuh menjelaskan, di Malaysia Toyota Avanza pajak tahunannya tidak sampai Rp1 juta, sedangkan di Indonesia bisa tembus Rp4 juta. Lalu di sana tidak ada pajak kendaraan lima tahunan, sedangkan di Indonesia hukumnya wajib.
Selain itu, ada juga Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) yang harus dibayar oleh pemilik mobil Avanza di Malaysia hanya Rp500 ribuan, sedangkan pemilik mobil yang sama di Tanah Air wajib mengeluarkan biaya hingga Rp2 juta.
“Bisa dibayangkan kalo itu (pajak) dikurangi, kan lumayan atau dibikin lebih rasional. Kita (Indonesia) perlu punya benchmark. Kita dengan Malaysia yang GDP (Gross Domestic Product) lebih tinggi, pajaknya lebih murah. Jadi perlu dievaluasi, kalau harganya di Rp100 juta masa pantas sih menjadi Rp150 juta, nilai tambah apa yang didapat dari mobil yang ditambahkan pajak tadi,” terang Kukuh.
Mobil Masih Barang Mewah
Di Indonesia mobil masih dianggap sebagai barang mewah berapa pun itu harga jualnya. Tak heran jika dikenakan berbagai jenis pajak, baik itu saat pembelian maupun kepemilikan. Tapi di satu sisi, ada juga barang lain yang tergolong mewah dan harganya cukup tinggi, tapi hanya dikenakan pajak satu kali saja.
“Kulkas itu barang mewah sekitar 20 atau 30 tahun lalu, TV juga sama. Nah, sekarang TV itu sudah kayak barang biasa demikian juga mobil. Mobil dengan harga Rp300 juta atau di bawah Rp400 juta itu sudah menjadi bagian dari hidup karena dipakai untuk mencari nafkah,” ucap Kukuh.
Baca Juga: Insentif yang Diberikan Pemerintah Memacu Masyarakat Melakukan Pembelian Mobil
“Jadi, misalnya kita mau mengevaluasi, masih layakkah kita menimpakan pajak pertambahan nilai barang mewah terhadap mobil tertentu? Karena kalau mobil dianggap barang mewah kenapa sepatu tidak dianggap barang mewah. Memang sepatu enggak ada yang mewah, tas ada ratusan juta, tapi sekali bayar pajak itu selesai. Kalau mobil tiap tahun bayar pajak terus. Belum lagi kalau yang ada pajak progresif,” sambungnya.
Menurut Kukuh, anggapan ini yang akan terus menjadi kekawatiran.
“Kalau ini bisa dirapikan insyaallah mungkin industri kita akan bangkit. Saya yakin bisa menyamai Meksiko produksinya bisa sampai 3 juta unit. Kita (Indonesia) pemain utama (otomotif) di kawasan ASEAN,” pungkas dia.
Penulis: Santo Sirait