Review DFSK Gelora E Lampung—Jakarta, Cuma Modal Baterai Penuh!
Sebelumnya kami sudah membahas mengenai kelebihan dan kekurangan DFSK Gelora E, kali ini kami akan membahas mengenai hasil review dari sesi test drive yang dilakukan dari Lampung menuju Jakarta tanpa melakukan pengecasan ulang sama sekali.
Sebagai gambaran, perjalanan dari Lampung kami mulai dari daerah Kalibalau Kencana, Lampung menuju JIExpo Kemayoran, Jakarta.
Berdasarkan aplikasi navigasi, jarak yang kami tempuh berkisar 245 km.
Kami ditantang untuk melakukan perjalanan seirit mungkin untuk mengetahui kemampuan daya jelajah DFSK Gelora E.
Review DFSK Gelora E
Lantas, seperti apa hasil review dari mobil listrik DFSK Gelora E ini?
Berapa sisa baterai yang tertera di mobil ketika kami tiba di Kemayoran?
Berikut hasilnya.
Memulai Perjalanan
Pertama-tama kami memulai perjalanan dari Els Roastery Coffee di Kalibalau Kencana untuk menuju Pelabuhan Bakauheni tepat pukul 08.00 WIB.
Di lokasi ini ada 5 unit DFSK Gelora E yang sudah disiapkan.
Kelimanya terdiri dari 3 minibus dan 2 blind van yang masing-masing diisi 2 orang serta 400 kg semen sebagai pemberat.
Semen ini nantinya akan diserahkan untuk pembangunan di Masjid Al-Bilal Kemayoran sebagai program CSR DFSK.
Pihak panitia juga mengatakan rata-rata baterai di mobil tidak penuh 100%.
Kebetulan mobil yang kami gunakan posisi baterainya 96% dengan daya jelajah yang tertera di MID mencapai 297 km.
Dalam sesi test drive ini kami dibebaskan untuk menggunakan AC atau tidak, dan kami memilih mematikannya sepanjang perjalanan.
Technical Service Engineer PT Sokonindo Automobile (DFSK) Divi Driyana sebelumnya mengatakan kepada kami bahwa pemakaian AC sangat mempengaruhi konsumsi baterai.
Alasan inilah yang mendasari kami untuk tidak menyalakan AC sepanjang perjalanan.
Sekalian juga kami merasakan menjadi sopir truk lintas pulau yang rata-rata tidak dibekali AC.
Menuju Bakauheni
Usai meninggalkan lokasi keberangkatan, kami diarahkan lewat Tol Terbanggi Besar untuk menuju Pelabuhan Bakauheni.
Dari Els Roastery Coffee menuju pelabuhan, jarak tempuhnya sekitar 90 km.
Selama perjalanan di jalan menuju tol dan di dalam tol, kami selalu menjaga kecepatan agar tidak lebih dari 60 km/jam.
Hal ini dilakukan demi menjaga kapasitas baterai agar cukup untuk mendarat di JIExpo.
Harus diakui, perjalanan tanpa AC merupakan salah satu hal terburuk yang pernah kami lakukan.
Tapi, tak apalah demi mendapatkan data yang akurat tentunya hal ini akan kami lakukan.
Divi Driyana juga memberikan sedikit tips kepada kami untuk memanfaatkan regenerative braking yang ada di Gelora E.
Salah satunya dengan menggunakan mode E (ECO) ketika di kecepatan rendah dan segera pindah ke D (drive) ketika kecepatan ideal sudah didapatkan.
Beberapa kali ketika kami melewati tanjakan, kami pindahkan mode ke D.
Namun, ketika sudah terlihat turunan, kami segera pindahkan ke mode E dan melepas gas demi memanfaatkan regenerative braking di mobil ini.
Sebenarnya regenerative braking ini bisa dimanfaatkan di posisi D juga.
Namun, efeknya tidak akan terlalu besar dibanding ketika di posisi E.
Strategi ini selalu kami manfaatkan ketika melihat jarak dengan mobil di belakang cukup jauh dan hendak melewati turunan.
Sekitar pukul 11.00 WIB, kami akhirnya memasuki Pelabuhan Bakauheni dengan menyisakan baterai di 69% yang masih memiliki jarak tempuh sekitar 213 km lagi.
Dari Merak ke JIExpo
Usai melakukan penyeberangan, kami akhirnya tiba di Pelabuhan Merak sekitar pukul 13.00 WIB.
Setibanya di Merak kami makan siang dan segera melanjutkan perjalanan pada pukul 14.00 WIB.
Oh iya, jarak dari Merak hingga JIExpo berdasarkan aplikasi navigasi berkisar 120 km.
Sehingga kami cukup percaya diri jika mobil ini masih menyisakan banyak sisa baterai saat tiba di lokasi.
Lagi-lagi, dari Merak hingga JIExpo kami tidak menyalakan AC sama sekali.
Kecepatan pun tetap dijaga agar konstan di kecepatan maksimum 60-70 km/jam mengikuti kondisi lalu lintas.
Agar baterai tidak cepat habis, kami menjaga tenaga tetap di kisaran maksimal 5.500 hingga 5.800 rpm yang dapat dilihat di tombol “flip” pada area dasbor.
Panasnya udara saat itu cukup membuat kami kegerahan.
Beberapa kali kami memindahkan flap masuknya udara dari luar untuk membawa angin sejuk ke kabin, dan hal itu rupanya tak memberikan banyak manfaat, hehehe …
“Ya sudahlah, dinikmati saja perjalanan ini sampai ke JIExpo nanti,” ujar kami di dalam mobil.
Kondisi Jalan Tol Merak hingga Karawaci pada Sabtu (20/5/2023) lalu cukup lancar.
Sehingga kecepatan mobil bisa tetap dijaga agar baterai irit.
Bahkan beberapa kali kami mengekor di belakang truk untuk memanfaatkan angin (slipstream).
Nampaknya hal ini justru membuat kami semakin kegerahan lantaran tak mendapat angin segar dari depan.
Kasihan, ya.
Masuk Tol Kunciran
Memasuki KM 16, kami diarahkan untuk masuk Tol Kunciran guna menghindari kemacetan.
Benar saja, sejak percabangan Kunciran hingga arah Tol Dalam Kota kemacetan mengular sudah menyapa kami.
Di Tol Kunciran ini juga kami terus memanfaatkan regenerative braking pada mode E agar baterai bisa terjaga.
Kontur jalan tanjakan dan turunan yang cukup panjang memungkinkan kami memanfaatkan momentum untuk memaksimalkan pengisian baterai.
Di tol ini, posisi baterai kami juga masih menyisakan sekitar 35% lagi.
Beruntungnya juga, Tol Kunciran ini relatif sepi sehingga cukup aman untuk membuat mobil meluncur tanpa menginjak gas.
Kami kembali menemui kemacetan ketika usai melewati tol bandara mengarah ke Ancol.
Kondisi lalu lintas di sini hingga keluar Tol Ancol terpantau macet.
Di posisi macet ini kami memanfaatkan mode di E guna menghemat baterai.
Sekitar pukul 17.00 WIB, akhirnya kami tiba di JIExpo Kemayoran dengan menyisakan baterai 23,5%. Artinya, kami hanya memakai 72,5% baterai saja dari Lampung untuk menuju Jakarta.
Hasil yang kami raih ini membuat kami berada di posisi kedua dengan konsumsi baterai terbaik. Di posisi pertama, menyisakan konsumsi baterai di angka 24% atau memakai 72% dari kapasitas baterai saja.
Jika dikonversikan ke Rupiah, maka sekali perjalanan Bandar Lampung hingga Jakarta hanya membutuhkan biaya sebesar Rp51.400 saja untuk pengisian daya listrik.
Rasa Berkendara DFSK Gelora E
Berdasarkan pengalaman berkendara yang sudah kami lakukan, rasa mobil ini tergolong biasa saja.
Karakter suspensinya terasa cukup keras, terutama di bagian belakang.
Namun, hal ini dapat dimaklumi lantaran DFSK Gelora E dibangun di atas platform mobil komersial.
Sehingga kenyamanannya tentu akan dikorbankan.
Lalu, bagaimana handling dan komunikasi antara setir dan ban yang diberikan? Kami merasa handling dan komunikasi antara setir dan ban terbilang biasa saja.
Tidak ada nilai yang terlalu ‘wah’ dari mobil ini. Namun, efisiensi baterainya harus diakui cukup baik ditambah jarak tempuh yang jauh.
Kesimpulan Review DFSK Gelora E
Berdasarkan hasil review, DFSK Gelora E ini rasanya cukup cocok untuk dijadikan kendaraan operasional perusahaan.
Jarak tempuh 300 km dalam 1 kali pengisian tentunya bisa memangkas biaya operasional yang jauh dibanding mobil bensin.
Hal ini kami katakan lantaran sudah mencicipi DFSK Gelora E dari Lampung ke Jakarta hanya bermodalkan baterai penuh.
Itupun dengan catatan kami tidak memakai AC sama sekali.
Namun, salah satu rekan kami yang menggunakan mobil full AC selama perjalanan berhasil mendapatkan sisa baterai 13% dari Lampung ke Jakarta.
Sedangkan kami yang tidak menggunakan AC masih menyisakan baterai 23% ketika sampai Jakarta.
Artinya, mobil ini punya kemampuan jarak jauh yang cukup baik.
Penulis: Rizen Panji
Editor: Dimas
Download Aplikasi Carmudi untuk Dapatkan Deretan Mobil Baru & Bekas Terbaik serta Informasi Otomotif Terkini!
The post Review DFSK Gelora E Lampung—Jakarta, Cuma Modal Baterai Penuh! first appeared on Carmudi Indonesia.