Lampu Lalu Lintas Terinspirasi Persinyalan Kereta Api
Anda pasti sangat familiar dengan lampu lalu lintas. Alat pengatur yang juga disebut sebagai lampu merah atau bangjo untuk orang Jawa ini memberitahu kita kapan waktu yang aman untuk melaju di persimpangan atau berhenti dan memberi kesempatan arus kendaraan dari sisi yang lain.
Tanpa adanya lampu lalu lintas, kondisi di persimpangan pasti akan macet dan semrawut.
Baca Juga:
Sedan Lawas Legendaris, Diburu Karena Kesan Retro
Silau Saat Mengemudi di Siang Hari, Waspadai Mata Cepat Lelah
Menurut UU no. 22/2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) adalah lampu yang mengendalikan arus lalu lintas yang terpasang di persimpangan jalan, tempat penyeberangan pejalan kaki (zebra cross), dan tempat arus lalu lintas lainnya.
Awal Mula Lampu Lalu Lintas
Lampu lalu lintas pertama kali digunakan di Inggris pada 10 Desember 1868, yang dipasang pertama kali pada bagian luar Gedung Parlemen.
John Peake Knight selaku manajer kereta api Inggris yang memperkenalkan lampu itu untuk mengatur arus di jalan raya. Knight menyarankan untuk mengadaptasi metode semapur yang biasa digunakan kereta api.
Adanya lampu lalu lintas berguna untuk memberi kesempatan pejalan kaki menyeberang jalan. Di masa itu, jalanan kota London begitu ramai dengan kereta kuda.
Metode yang diadaptasi Knight ini akan menampilkan tanda “Stop” dan “Go” di siang hari, dan lampu berwarna merah dan hijau di malam hari. Sistem persinyalan lalu lintas ini dioperasikan oleh petugas polisi.
Lampu gas akan menerangi tanda tersebut. Proyek ini dinyatakan berbahaya bagi keselamatan masyarakat. Sebab pada 2 Januari 1869, tiba-tiba lampu tersebut meledak dan melukai seorang polisi sehingga harus dioperasi. Tidak lama kemudian lampu itu dicopot.
Mengapa Harus Warna Merah, Kuning dan Hijau?
Skema warna lampu lalu lintas yang ada sekarang ini berasal dari sistem yang digunakan oleh industri kereta api di Inggris sejak 1830-an. Mengapa harus warna merah, kuning dan hijau?
Saat itu, merah digunakan untuk tanda berhenti, putih sebagai tanda boleh melaju, dan hijau sebagai tanda berhati-hati. Tapi, warna putih ini akhirnya menjadi masalah.
Pada 1914, tutup lensa merah terjatuh dari tempatnya. Akibatnya, pancaran lampu malah menyorotkan warna putih. Tabrakan antar kereta pun terjadi karena masalah sepele itu.
Otoritas kereta api lantas mengganti pedoman persinyalan. bahwa warna hijau berarti boleh melaju dan warna kuning dipilih untuk menandakan pengemudi kereta harus berhati-hati. Merah tetap menandakan untuk berhenti.
Warna lampu lalu lintas juga telah memperhitungkan aspek spektrum gelombang cahaya. Dengan demikian, cahaya masih terlihat jelas saat malam hari atau cuaca buruk. Panjang gelombang warna yang mampu dilihat oleh mata manusia yaitu mulai dari 400-700 nanometer yang disebut dengan visible light.
Warna merah memiliki panjang gelombang 620-750 nm dengan frekuensi 400-484 THz. Selanjutnya kuning dengan panjang gelombang 570-590 nm dan frekuensi 484-508 THz. Terakhir hijau memiliki panjang gelombang 495-570 nm dengan frekuensi 526-606 THz.
Perkembangan Lampu Lalu Lintas
Lampu lalu lintas modern ditemukan di Amerika Serikat pada awal 1912. Lester Farnsworth Wire, seorang polisi di Salt Lake City membuat sinyal lalu lintas menyerupai rumah burung. Kubus empat sisi terpasang pada tiang tinggi dan ditempatkan ditengah-tengah persimpangan.
Sistem lampu ini bekerja dengan bantuan kabel listrik. Seorang petugas polisi harus mengatur lampunya secara manual. Pada perkembangannya, American Traffic Signal Company memasang sistem lampu sinyal di dua sudut jalan di Ohio yang muncul 5 Agustus 1914.
Lampu ini di desain oleh James Hoge, yang terdiri dari dua warna. Merah, hijau, dan sebuah bel listrik. Bel di sini fungsinya untuk memberi peringatan jika adanya perubahan nyala lampu. Hoge kemudian mendapat hak paten pada 1918, setelah ia mengajukannya pada 1913.
Bedanya, paten Hoge ini berupa sinyal lalu lintas menggunakan kata-kata “Stop” dan “Move” bercahaya yang dipasang pada masing-masing penjuru persimpangan. Lampu rancangan Hoge ini dapat dikontrol oleh polisi dan pemadam kebakaran untuk memudahkan jika ada dalam keadaan darurat.
William Ghiglieri dari San Fransisco kemudian mematenkan sinyal lalu lintas otomatis pertama pada 1917. Ghigeri kembali menggunakan cahaya merah dan hijau. Kelebihannya, lampu lalu lintas buatan Ghiglieri bisa dioperasikan secara manual atau otomatis.